Bandung, 4 Mei 2025 – Sebuah acara bertajuk “Bipolar Awareness Week: Art as Therapy” sukses digelar pada Sabtu (4/5) di Galeri Soemardja, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (ITB). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya mahasiswa, terhadap pentingnya kesehatan mental melalui pendekatan seni dan edukasi.
Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara para profesional dokter Kesehatan Jiwa dari komunitas Ruang Empati, dan para profesional multidisiplin dari dKLC (dr. Kristiantini Learning Center), yang terdiri dari dr. Kristiantini Dewi, Sp.A, Citra Sabrina, M. Psi, Psikolog, dan , Ami Juani Husin, praktisi seni. Acara ini didukung oleh Kesra Provinsi Jawa Barat dan Institut Teknologi Bandung. Mengusung semangat inklusif dan kolaboratif, acara ini menjadi wadah dialog terbuka dan ekspresi kreatif yang melibatkan berbagai kalangan.

Karya Seni sebagai Terapi
Salah satu daya tarik utama dari acara ini adalah pameran seni yang menampilkan karya gambar dan lukisan dari berbagai kelompok rentan, antara lain:
- Anak-anak dari Sekolah Luar Biasa (SLB)
- Penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas)
- Anak-anak korban bencana alam di Sumedang
- Peserta lomba poster bertema kesehatan mental
Pameran ini membuktikan bahwa seni dapat menjadi media terapi yang kuat, terutama bagi individu yang tengah berjuang secara mental dan emosional.
Edukasi dan Diskusi Interaktif
Rangkaian acara juga diisi dengan berbagai sesi edukatif, seperti:
- Mindfulness Art Journaling, yang mengangkat perjalanan self-love bagi individu dengan gangguan bipolar.
- Sesi tanya jawab (Q&A) tentang strategi mahasiswa dalam mengelola stres dan tekanan akademik.
- Sharing session mengenai strategi kampus dalam menangani isu kesehatan mental mahasiswa.
Antusiasme Peserta dan Pembicara
Acara yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 14.00 WIB ini disambut antusias oleh peserta. Banyak dari mereka mengaku mendapatkan pengalaman emosional sekaligus edukatif. “Melihat karya dari anak-anak korban bencana dan penghuni lapas membuka mata saya bahwa seni bisa menyembuhkan,” ujar Nadya (23), mahasiswa peserta acara. “Saya merasa tidak sendirian. Acara ini menyentuh dan menyemangati,” tambah Yogi (20), peserta lain yang hadir.
Antusiasme ini juga semakin diperkuat oleh pernyataan dari Citra Sabrina, M.Psi yang merupakan seorang psikolog anak dan pendidika, “Senang bisa ambil bagian dalam kegiatan ini. Dengan kegiatan edukasi yang seru seperti ini, mahasiswa bisa lebih peka terhadap tanda-tanda awal dan memahami kemana harus mencari bantuan, supaya bisa tertangani sejak dini juga. ”
Komitmen untuk Terus Bergerak
Kristiantini Dewi, Sp.A, menyampaikan harapannya agar acara seperti ini tidak berhenti sebagai agenda seremonial. “Kesadaran kesehatan mental harus ditanamkan sejak dini, dan acara seperti ini adalah contoh nyata bagaimana kita bisa bergerak bersama—lintas profesi, institusi, bahkan generasi,” ungkapnya.
Disisi lain, penyelenggara acara juga mengungkapkan kesannya terkait kegiatan ini,”Seni Rupa bisa dijadikan sebagai salah satu media dalam memahami diri sendiri dan memaknai hidup, termasuk saat mengelola kesehatan mental kita. Salah satu bentuknya bisa dituangkan lewat kegiatan art journaling. Sesuatu yang bisa dilakukan dengan mindfull dan memberikan ketenangan.” – tutur Ami Juandi Husin.
Pihak penyelenggara juga mengumumkan bahwa dokumentasi acara dan karya seni peserta akan ditampilkan secara daring melalui media sosial resmi di @klc.learningcenter.