Disleksia adalah salah satu bentuk kesulitan belajar spesifik yang disebabkan oleh kelainan neurobiologis, ditandai dengan kesulitan dalam mengenali, mengeja, dan mendekode kata. Meskipun anak dengan disleksia memiliki penampilan dan IQ yang normal, mereka kerap mengalami hambatan dalam membaca, menulis, serta prestasi akademik. Sayangnya, banyak guru yang belum menyadari bahwa tantangan ini berasal dari kesulitan belajar spesifik. Disleksia tidak dapat disembuhkan, namun bisa membaik dengan penanganan yang tepat sejak dini. Jika tidak terdeteksi lebih awal, anak berisiko mengalami gangguan sosial dan emosional seperti rendah diri, mudah tersinggung, hingga menjadi korban perundungan.
Diagnosis disleksia umumnya dapat ditegakkan pada usia 7 tahun oleh psikolog atau dokter ahli saraf, namun identifikasi dini bisa dimulai sejak usia 5 tahun. Di Indonesia, keterbatasan sumber daya manusia di daerah terpencil menjadi tantangan dalam deteksi dini ini. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem identifikasi dini disleksia yang mudah diakses oleh guru dan orang tua. Sistem ini ditujukan untuk anak usia 5–7 tahun dan hanya memberikan kemungkinan seorang anak menyandang disleksia, bukan diagnosis medis. Parameter yang diukur meliputi aspek bahasa lisan dan tulisan, kemampuan sosial, matematika, organisasi, memori kerja, serta koordinasi motorik halus.
