Respon Unik Anak Disleksia dan Cara Kita Mendampinginya

Respon unik anak dengan disleksia

Anak Disleksia dan Respon Mereka yang Unik

Dalam perjalanan tumbuh kembang anak dengan disleksia, orang tua sering menjumpai hal-hal yang membuat dahi mengernyit sekaligus hati terasa hangat. Misalnya, anak menggunakan diksi atau terminologi yang kurang tepat ketika merespon sebuah situasi. Saat masih kecil, respon seperti itu mungkin terlihat lucu bahkan terlihat menggemaskan. Namun seiring bertambahnya usia, terutama ketika anak memasuki kelas 4 atau 5 SD, respon yang “tidak pas” mulai dinilai berbeda oleh lingkungan. Anak bisa dianggap aneh, kurang sopan, atau bahkan dijadikan bahan perundungan.

Fenomena ini bukan semata-mata karena anak tidak mau memahami konteks. Justru sebaliknya, mereka berusaha keras. Hanya saja, proses pengolahan bahasa mereka bekerja secara berbeda. Anak dengan disleksia sering membutuhkan waktu lebih lama untuk menangkap maksud, memahami nuansa, dan memproses perintah. Hasilnya, muncul respon yang terdengar kurang cocok, kurang relevan, atau bahkan bertolak belakang dengan yang diminta.

Transisi usia membuat kesenjangan ini semakin terlihat. Di saat teman-teman seusianya mulai peka terhadap “ketidaktepatan”,  anak dengan disleksia masih mencoba memahami dunia dengan caranya sendiri.

Ilustrasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Bayangkan situasi saat Anda meminta anak mengambilkan pensil. Alih-alih menyerahkan pensil ke tangan Anda, ia justru melemparkannya ke arah meja. Atau ketika Anda meminta tolong menutup pintu, ia menutup pintu dengan gerakan yang keras atau terburu-buru sehingga terkesan seperti membanting pintu.

Tentu hal ini bukan disebabkan oleh niat buruk. Justru, anak sedang berusaha melakukan yang ia pahami meskipun yang dipahami itu belum tepat. Dalam dunia internal mereka, instruksi tersebut bisa diterjemahkan secara literal, atau justru terpecah menjadi respon impulsif karena pemrosesan bahasa dan motorik yang sedang bekerja bersamaan.

Dengan kata lain, anak dengan disleksia bukan tidak mau mengerti. Ia masih belajar untuk menempatkan bahasa, emosi, dan tindakan dalam satu garis yang selaras. Lalu, apa yang bisa orang tua lakukan?

1. Gunakan Pendekatan Bermain Peran (Role Play)

Pendekatan yang paling efektif untuk anak disleksia adalah memperlihatkan konteks secara langsung. Bermain peran membantu anak memahami kapan sebuah respons dianggap sesuai, dan kapan dianggap kurang tepat. Anda dan anak dapat berpura-pura berada di kelas, di rumah, atau di situasi sosial tertentu. Kemudian, buka percakapan dan anda dapat mulai memperagakan contoh respon yang benar atau kurang tepat. Selama bermain peran, berilah ruang bagi si kecil untuk dapat  mencoba sendiri. Melalui permainan peran, anak tidak hanya melihat dan mendengar, tetapi mereka juga mengalami. Seperti yang kita ketahui, pengalaman adalah guru yang paling kuat dan relevan.

2. Berikan Contoh Nyata dan Penjelasan Sederhana

Seringkali orang tua merasa bingung dan buntu dallam proses mendampingi anak dengan disleksia. Padahal, orang tua bisa mulai memberikan contoh konkret yang kasus atau situasinya relevan dengan keseharian si kecil. Seperti bagaimana cara menyerahkan pensil yang benar, bagaimana kita menutup pintu dengan pelan, serta bagaimana cara memberi respon ketika mendapat pertanyaan dari teman atau sekitar sambil berlatih memilih kata yang lebih tepat. Cobalah untuk menggunakan kalimat langsung seperti:

“Kalau Mama bilang ‘tolong tutup pintunya pelan-pelan’, artinya pintunya harus ditutup seperti ini ya.”

Kemudian, percakapan dapat dilanjutkan dengan penggunaan kalimat tidak langsung untuk memperkuat pemahaman anak:

“Ketika pintu ditutup pelan, ruangan terasa lebih tenang, dan teman-teman nyaman mendengarnya..”

Transisi dari contoh nyata ke penjelasan sederhana dengan kalimat tidak langsung akan membantu otak anak menyusun pola terhadap respon yang baru dalam kesehariannya.

3. Berikan Ilustrasi Penggunaan Diksi yang Tepat dan Tidak Tepat

Anak dengan disleksia sangat terbantu dengan pendekatan visual. Anda bisa membuat daftar kecil, kartu bergambar, atau ilustrasi sederhana mengenai perbedaan penggunaan kalimat/diksi/terminologi  yang “tepat” dan “tidak tepat” dalam sebuah situasi sehari-hari. Misalnya:

  • “Boleh tolong ambilkan pensilnya?” → anak memberikan pensil ke tangan Anda.
  • “Ayo kita tutup pintunya pelan-pelan.” → anak mempraktikkan cara menutup pintu dengan halus.

Melalui proses memberikan contoh penggunaan kalimat/diksi/terminologi seperti ini secara konsisten, anak akan semakin paham nuansa sosial yang sebelumnya sulit ia tangkap. Ilustrasi ini juga membantu mereka untuk bisa lebih cepat memahami situasi sosial yang sebelumnya kurang mereka sadari.

Anak Sedang Belajar: Tugas Kita Untuk Mendampingi

Pada akhirnya, respon unik dan tidak terduga dari anak dengan disleksia itu bukan tanda bahwa ia sulit diatur atau bahkan tidak sopan. Sebaliknya, itu adalah jendela kecil untuk melihat bagaimana otak mereka bekerja, bagaimana mereka memproses dunia, dan bagaimana mereka sedang belajar mencocokkan kata, perasaan, dan tindakan.

Anda memberikan pendekatan yang hangat, penuh contoh, dan konsisten sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan lebih baik. Anda membantu mereka berlatih memahami konteks sosial tanpa membuat mereka merasa disalahkan atau dihakimi. Metode seperti ini tidak hanya diterima oleh anak dengan disleksia; anak tanpa disleksia pun akan menikmati proses belajar ketika Anda memberi contoh, bukan hanya memarahi atau memberi perintah. Teruslah mendampingi, jangan menyerah saat menemani buah hati. Ingatlah selalu bahwa anak belajar melalui kehadiran Anda, dan Anda menjadi rumah teraman bagi setiap proses yang mereka jalani.

 

Jika Anda ingin membaca artikel lain tentang disleksia dan cara mendampingi anak dengan lebih efektif, klik tautan berikut : Memahami Anak Disleksia: Antara Makna, Batasan, dan Salah Paham

 

Bagikan postingan ini
WhatsApp
Facebook
Telegram
Email

Artikel lainnya

Scroll to Top