Dalam dunia tumbuh kembang anak, istilah belajar multisensoris dan terapi sensori integrasi sering muncul. Keduanya sama-sama melibatkan pancaindra, tetapi memiliki tujuan, metode, dan konteks penerapan yang berbeda. Orang tua kadang menyamakan keduanya, padahal peran dan dampaknya tidak selalu serupa. Nah, artikel ini berusaha untuk membantu kamu memahami perbedaan mendasar antara keduanya sehingga kamu bisa menentukan dukungan apa yang paling tepat untuk kebutuhan anak.
Apa Itu Terapi Multisensoris?
Terapi multisensoris adalah pendekatan belajar yang mengajak anak menggunakan lebih dari satu indera dalam proses memahami informasi. Pendekatan ini banyak digunakan dalam pembelajaran akademik, terutama untuk anak dengan disleksia atau kesulitan belajar lainnya.
Umumnya, tujuan utama dari Terapi Multisensoris antara lain:
- Membantu anak memahami informasi dengan lebih mudah.
- Memperkuat koneksi otak antara bunyi, huruf, bentuk, dan makna.
- Meningkatkan daya ingat melalui stimulasi visual, audio, dan kinestetik.
Contoh-contoh aktivitas yang dilakukan dalam proses terapi multisensoris biasanya akan meliputi kegiatan di bawah ini:
- Menulis huruf sambil mengucapkan bunyinya.
- Menggunakan pasir, clay, atau kartu bertekstur untuk belajar fonik.
- Melompat mengikuti suku kata.
- Menggabungkan gambar dan cerita saat mengenalkan kosakata.
Pendekatan multisensoris berfokus pada proses belajar akademik dan dapat diterapkan oleh orang tua, guru, maupun terapis belajar.
Mengenal Terapi Sensori Integrasi
Terapi Sensori Integrasi adalah intervensi yang dipandu profesional, biasanya terapis okupasi untuk membantu anak yang memiliki kesulitan memproses rangsangan sensorik yang bertujuan:
- Membantu otak mengatur dan menginterpretasikan rangsangan sensorik dengan lebih efektif.
- Membantu anak yang terlalu sensitif atau kurang responsif terhadap sentuhan, suara, gerakan, atau input lingkungan.
- Mengurangi perilaku yang muncul akibat sensory seeking atau sensory avoidance.
Inilah contoh aktivitas saat melakukan proses terapi sensori integrasi yang biasanya dilakukan bersama dengan sang buah hati:
- Kegiatan vestibular seperti berayun, berguling, atau memanjat.
- Permainan proprioseptif seperti mendorong, menarik, atau menekan.
- Kegiatan tactile seperti bermain tekstur, air, atau biji-bijian.
Banyak orang tua berpikir bahwa terapi ini juga bertujuan untuk pengembangan kemampuan akademik. Perlu kita pahami bersama, bahwa pendekatan ini bukan bertujuan mengajarkan kemampuan akademik. Tetapi untuk membantu anak memproses rangsangan agar mereka mampu berfungsi lebih baik dalam aktivitas sehari-hari.
Untuk mempermudah pendamping atau orang tua memahami kedua perbedaan dari terapi ini, berikut ringkasan dan perbedaan utama dari terapi multi-sensoris dan terapi sensori integrasi dalam tabel:
| Aspek | Belajar Multisensoris | Terapi Sensori Integrasi |
| Fokus | Pembelajaran akademik (membaca, menulis, mengeja) | Pemrosesan rangsangan sensorik |
| Pendamping yang terlibat | Guru, pendidik, atau terapis edukasi | Terapis okupasi bersertifikasi |
| Tujuan utama terapi | Meningkatkan pemahaman dan retensi informasi | Membantu anak merespons lingkungan dengan adaptif |
| Pendekatan | Menggabungkan beberapa indera dalam kegiatan belajar | Aktivitas terapeutik terstruktur berbasis kebutuhan sensorik |
| Dibutuhkan oleh siapa? | Anak dengan gaya belajar berbeda atau kesulitan akademik | Anak dengan masalah sensori |
Sebenarnya, kapan seorang anak membutuhkan keduanya?
Pada beberapa kasus, anak mungkin membutuhkan keduanya sekaligus, terutama jika ia memiliki kesulitan belajar dan sensory issue, tantangan fokus dan regulasi emosi, serta sering kedapatan terlambat dalam mengikuti pembelajaran akademik karena distraksi sensorik. Biasanya, dalam kasus seperti ini, terapi sensori integrasi membantu anak memiliki dasar regulasi tubuh yang stabil, sementara pembelajaran multisensoris membantu anak memahami materi akademik dengan lebih efektif.
Memahami perbedaan antara belajar multisensoris dan terapi sensori integrasi membantu orang tua memilih intervensi yang tepat. Keduanya sama-sama penting, tetapi memiliki fungsi yang berbeda. Dengan dukungan yang sesuai, anak dapat belajar, tumbuh, dan berkembang dengan lebih optimal.
Jika kamu ingin mempelajari strategi multisensoris untuk mendukung kemampuan belajar anak secara lebih terarah, kamu dapat mengeksplor online course dan layanan profesional di dKLC (dr. Kristiantini Learning Center) melalui laman resmi dari Instagram kami.




